Hentikan Pendekatan Keamanan
Dalam Penyelesaian Sengketa Agraria
Terhadap Warga Petani Banjaran

Al ~ Qur'an surat Al -Maidah (5): 8.
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah! karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Dasar teologis dalam QS : Al Maidah ayat 8, menjadi landasan yang fundamental dalam memotret persoalan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di daerah Sumatera Utara pada area perkebunan sawit.

Pada hari Jum’at tanggal 25 Juli 2008, terjadi penangkapan kepada para petani berjumlah 100 orang di area perkebunan sawit milik PT. Buana Estate yang terletak di Kampung Banjaran Kecamatan Secanggang, Kab. Langkat, Sumatera Utara. Penangkapan dilakukan oleh POLRES LANGKAT terhadap petani di kampung Banjaran dikarenakan sebelumnya, pada tanggal 21 Juli warga didatangi oleh aparat kepolisian hingga eskalasi konflik meningkat pada tanggal 23 dan puncaknya tanggal 24 Juli yang berakhir dengan bentrok antara petani dan polisi. Dalam peristiwa tersebut, terjadi kekerasan yang dilakukan oleh karyawan dan Satpam PT.Buana Estate yang berjumlah ± 350 orang dan didukung oleh 120 orang aparat kepolisian dengan mengendarai 2 mobil truk.

Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan tindakan melecehkan kewibawaan Kepolisian Indonesia dan melanggar Hak Azasi Manusia. Dalam kasus ini, terlihat dengan jelas ke arah mana keberpihakan aparat penegak hukum dan mengabaikan proses peradilan yang berlangsung dimana petani melakukan gugatan balik ke perusahaan perkebunan dikarenakan ada kejanggalan perpanjangan HGU-nya.

Sebagaimana diketahui, PT. Buana Estate adalah perusahaan yang memperoleh izin mengerjakan perkebunan sawit di wilayah Cintaraja, Kecamatan Secanggang, Kab.Langkat, Sumatera Utara dengan luas 1.785 Ha (dan termasuk dalam luasan lahan tersebut, terdapat tanah warga kampung Banjaran seluas 70, 3 Ha) dengan memperoleh legalitas melalui SK Gubernur Sumut Surat Gubernur Sumatera Utara No. 23246/Sekr dan Surat Mendagri No. 9/HGU/DA/82. HGU berakhir pada bulan Juni tahun 2007.

Mengetahui izin HGU-ya telah berakhir dimana PT. Buana Estate tidak dapat membuktikan perpanjangan HGU dengan bukti-bukti yang otentik dan semakin menunjukkan arogansi kekuasaan dengan menggandeng aparat kepolisian dalam penyelesaian konflik (tanggal 21, 23, 24 dan 25 Juli 2008) yang menyebabkan jatuhnya korban di pihak petani yang sesungguhnya adalah pemilik yang sah (de jure).

Dengan dalih apapun, aparat kepolisian tidak dibenarkan melakukan penangkapan seperti pelaku kriminal, sementara konflik tersebut masih dalam proses pengadilan. Peristiwa penangkapan yang dilakukan oleh Polisi merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat keamanan dalam menyelesaikan persoalan agraria. Dari seluruh konflik agraria yang ada di negeri ini, tindakan kekerasan aparat selalu saja menyertai setiap konflik. Korban yang jatuh juga selalu rakyat kecil, tak bertanah dan miskin. Sungguh mengherankan, apakah harus selalu rakyat yang jadi korban di negeri ini?

Penangkapan warga Banjaran oleh Polisi adalah jauh dari prosedur hukum, hal tersebut pantas untuk dicap sebagai tindakan tercela dan merendahkan martabat manusia. Di tengah maraknya kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap rakyat tak berdosa, Polres Langkat bukannya hati-hati dalam bertindak, malah semakin berani melakukan pelanggaran HAM. Tindakan ini adalah pengingkaran terhadap kewajiban negara dalam menghormati, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia, termasuk Hak asasi rakyat petani.

Untuk itu Aliansi Petani Indonesia (API), menyatakan:
1. Mengutuk tindakan aparat kepolisian yang telah berbuat semena-mena terhadap Petani Warga Banjaran Kecamatan Secanggang Sumatera Utara, dan membabaskan tanpa syarat, warga petani yang ditangkap pada tanggal 25 Juli 2008 oleh aparat Polrees Langkat.
2. Mengusut dan menindak pelaku penangkapan (aparat polres Langkat), baik personil yang bertugas dilapangan maupun pejabat kepolisian yang tidak terlibat secara langsung dalam tragedi Jum’at 25 Juli 2008.
3. Menyatakan dukungan penuh terhadap Warga Banjaran yang sedang berjuang dalam mempertahankan hak atas tanah yang sesungguhnya dijamin oleh undang-undang di negeri ini, seperti tercantum dengan jelas dalam Pasal 29 (2) UUPA, PP 224 tahun 1961, yang merupakan mandat dari Pasal 33 (3) Undang-Undang Dasar 1945.
4. Meninjau ulang HGU-HGU bermasalah yang terindikasi cacat hukum dalam perolehannya dan HGU yang tidak sesuai dengan peruntukannya serta melebihi jumlah luasan HGU sesungghnya.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat, demi rasa kemanusiaan dan keadilan. Sebagai wujud solidaritas kami kepada korban-korban yang berjatuhan di pihak rakyat tidak berdosa akibat tindak kekerasan aparat dalam penyelesaian konflik-konflik agraria di Indonesia.


Jakarta 25 Juli 2008
BADAN PELAKSANA HARIAN
ALIANSI PETANI INDONESIA




Muhammad Nuruddin
Sekrearis Jenderal


Diposting oleh Aliansi Petani Indonesia Minggu, 27 Juli 2008

Subscribe here

Dokumentasi